Observatorium Bosscha Bandung
February 10, 2021
JALAN-JALAN MEET-UP NUSANTARA #3 GOOGLE LOCAL GUIDE
BANDUNG PESONA PRIANGAN
MELELAH BINTANG DI PENGHUJUNG PETANG
CATATAN PERJALANAN OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG
"Dia pikir, dia yang paling hebat. Merasa paling jago, dan paling kuat…"
KAWAN RANSEL ingat salah satu kutipan lagu yang dibawakan oleh Sherina Munaf dan Derby Romero di film bertajuk Petualangan Sherina? Kalo’ tyda ingat, tyda apa-apa, memang itu film jadoel. Jangan bertanya usia untuk mencela, memang aku ini sudah cukup usia… *Wah! Ketahuan anak lama nih, hihihi…
OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG atau BOSSCHA STERRENWACHT adalah salah satu tempat yang paling ingin aku kunjungi sejak dulu. Tepatnya setelah aku nonton film “Petualangan Sherina”. Film anak-anak ini sempet booming pada masanya, loh. Tempat peneropongan bintang terbesar dan tertua di Indonesia, −bahkan di Asia Tenggara ini juga menjadi pusat penelitian, pendidikan, serta pengembagan ilmu astronomi di Indonesia. Tempat ini juga menjadi salah satu alasan mengapa aku ikutan Meet-Up Nusantara #3 Google Local Guide Bandung. Seandainya kunjungan ke tempat ini batal, tentu aku bakal kecewa banget. Untungnya tidak, malah dapat privilege yang nggak terduga. Tapi seperti biasa, untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa, ada pengorbanan yang harus dibayar. Sayangnya perjalanan ke sana juga tidak terlalu mulus…
#
OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG berlokasi di Lembang, Bandung, dengan ketinggian 1.300 m dpl. Rombongan kami akan menjangkaunya dengan naik bus. Sepanjang perjalanan, aku memilih tidur di bus yang terasa kurang nyaman itu. Takut mabok, hehehe… Aku terbangun karena suara berisik teman-teman yang asyik mengobrol. Saat itu aku merasakan bus merayap di jalan menanjak. Beberapa menit kemudian, bus yang kami tumpangi macet sebelum sampai tujuan! Ah, padahal tujuan belum sampai… Alih-alih menunggu bus diperbaiki, rombongan kami berinisatif untuk jalan kaki menuju lokasi. Padahal itu masih jauh loh, kami bahkan masih berada di persimpangan Jl. Raya Lembang-Bandung dan Jl. Raya Peneropongan Bintang, dekat Gerbang Bawah Observatorium Bosscha (lihat Google Maps, deh). Yaampun siapa sih yang ngide buat jalan kaki?! Tapi mau nggak mau aku juga jalan kaki daripada ditinggal ye kan.
Dari persimpangan itu, dari Gerbang Bawah, kami harus naik ke Gerbang Atas, lalu masih naik lagi untuk sampai ke OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG. Jarak dari Gerbang Bawah ke Gerbang Atas kira-kira 800 meter. Itu medannya aduhay, gaes… Menanjak dan jalanannya nggak mulus-mulus amat, aspalnya juga udah pada rusak. Jalan terus, terus jalan, tapi nggak sampai-sampai, gaes (mulai ngeluh). Temen-temen yang nggak kuat jalan ada yang naik ojek, memang ada warga yang menawarkan jasa ojek. Sempet jajan cilok di pinggir lapangan, buat ganjal perut. Jarak dari Gerbang Atas ke Observatorium Bosscha kira-kira 400 meter. Cuman aku dah cape, gaes *langsung mengibarkan bendera putih. Dahlah, mendingan nunggu jemputan mobil panitia di Gerbang Atas, sambil selonjoran ngeluk boyok. Untung yang cape bukan cuma aku gaes, ada sekitar empat orang temen yang barengan aku *jadi nggak malu-maluin banget gitu lho.
Baca Juga :
Misteri di Museum Pos IndonesiaBandung, Biking Bergidig Ngeri
Singkat cerita, setelah dijemput oleh mobil panitia, kami tiba di OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG. Waktu itu hari masih terang, ada sedikit jeda untuk istirahat. Aku dan beberapa temanku duduk-duduk di halaman depan. Ah, sempet nyesel sih kenapa waktu itu nggak berkeliling dan ambil banyak foto untuk kenangan. Setelah itu, para peserta membunuh waktu dengan main games untuk saling mengakrabkan satu sama lain. Hingga akhirnya, sore menjelang, sekitar jam 4 kami mulai mengintari Kompleks Observatorium Bosscha Bandung.
Rasa senang, bungah, gembira, bercampur dengan sedikit sensasi getir menyeruak di dada saat memasuki Koepel Utama. Bangunan ala Belanda berbentuk silinder dengan kubah bulat dengan gaya arsitektur art deco ini didirikan pada tahun 1923 – 1928. Perancangnya ialah arsitek Bandung bernama K. C. P. Wolf Schoemacher, yang merupakan guru dari Presiden Soekarno. Kami memasuki koepel melalui pintu masuk yang ada di sebelah timur, melewati ruang entrance lalu masuk ke ruang teropong. Ruang teropong ini berdinding melengkung mengikuti bentuk bangunannya. Di ruang teropong inilah tempat aktivitas peneropongan dilakukan. Bagian tengah ruang teropong terdapat mezzanine dengan konstruksi beton pada bagian bawahnya. Ternyata lantai tersebut bisa digerakkan naik maupun turun dan dapat diputar.
Rombongan kami memadati bagian pinggiran bangunan bagian dalam, karena kami tidak diperbolehkan naik ke lantai mezzanine. Seorang astronom naik ke lantai mezzanine dan siap menceritakan tentang Observatorim Bosscha dan Koepel Utama dengan teleskopnya yang akbar.
Di Koepel Utama ini tersimpan Teleskop Refraktor Ganda ZEISS, *dalam Bahasa Jerman dibaca “Cais”. Teleskop ini merupakan teleskop terbesar dan tertua di Bosscha, usianya hampir seabad : 90 Tahun. Dan sampai sekarang masih berfungsi dengan baik. Teleskop sakti ini bisa mengamati berbagai planet di tata surya dan bintang yang ukurannya cahayanya tujuh ribu kali lebih lemah dari pandangan mata kita. Ukurannya superduper besar, panjangnya 11 meter, dengan berat 17 ton. Ingat atap koepel yang berbentuk kubah? Kubah tersebut dapat dibuka atau diputar, untuk mengeluarkan teleskop untuk melihat ke langit.
Di sekitar koepel utama juga ada bangunan-bangunan lain bergaya belanda, untuk mengamati bintang, lengkap dengan teleskopnya. Selain Teleskop Refraktor Ganda ZEISS, Observatorium Bosscha Bandung memiliki beberapa teleskop, yaitu Teleskop Schmidt Bima Sakti, untuk mengamati Galaksi Bima Sakti, Teleskop Bamberg, untuk mengamati terangnya bintang dan gerhana bintang, Teleskop Refraktor Cassegrain GOTO. Untuk mengamati hilal (bulan sabit), gerhana bulan, gerhana matahari, dan pemotretan bintik matahari.
Penjelasan tentang Koepel Utama dan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss selesai menjelang maghrib. Ternyata petualangan kami belum berakhir... Setelah keluar dari Koepel Utama, kami digiring untuk memasuki sebuah bangunan, masih bergaya belanda, yang merupakan Ruang Multimedia. Eh sempatkan foto-foto dulu untuk kenang-kenangan. Ah, maaf banyak photo boom karena memang pengunjungnya banyak dan ramai sekali…
Hari sudah gelap ketika sesi penjelasan berakhir. Ketika keluar ruangan, gelap gulita tanpa penerangan satu pun. Ya! Semua sumber cahaya di Observatoriuym Bosscha Bandung dimatikan, karena kami akan mengamati bintang. Cahaya yang terlalu terang akan menjadi penghalang pengamatan bintang. Ada tiga spot dengan tiga teleskop yang dipersiapkan, masing-masing spot/teleskop mengamati bintang yang berbeda. Dua spot ada di luar, sedangkan satu spot lainnya berada di salah satu bangunan di sana. Karena ada banyak peserta, jadi untuk melihat bintang menggunakan teleskop ini harus antri. Jika sudah mengamati bintang di satu spot, dipersilakan mengamati bintang lain di spot lainnya.
Saat mengamati bintang, kami dipandu oleh beberapa akademisi dari ITB. Masing-masing orang diberi waktu kira-kira satu menit, atau dua menit ya (lupa), untuk mengamati bintang. Saat mengamati bintang menggunakan teleskop, kita dilarang memegang teleskopnya, hanya boleh melihat melalui view finder. Sembari mengamati, pemandu juga akan bercerita tentang obyek yang tengah diamati. Melakukan peneropongan bintang langsung di malam hari jadi pengalaman tersendiri yang nggak akan pernah terlupa! Malam itu terasa indah sekali…
OBSERVATORIUM BOSSCHA BANDUNG
Jl. Peneropongan Bintang No. 45 Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
‒ RIFIA NISYA ‒
Don’t copy any materials in this blog without permission
0 comments