Madura, Circa 2021 (2) - Pelabuhan Tanjung, Sumenep
December 09, 2022PELABUHAN TANJUNG, SUMENEP
Lanjutan “Madura, Circa 2021 (1) – Totampe Beach”
Roda mobil kami terus melaju, sampai pada akhirnya kami tiba di Pelabuhan Tanjung, sudah sore waktu itu. Tujuan kami berada di pulau kecil di seberang, tepatnya di Pantai Sembilan, Pulau Giligenting, Kabupaten Sumenep. Untuk bisa sampai sana, kami harus menyebrang menggunakan kapal kecil melalui dermaga di sana.
#4
Jangan bayangkan pelabuhannya cakep ya. Pelabuhan Tanjung ini pelabuhan kecil, dermaganya juga kecil, −tidak terlalu lebar maksud saya. Bahkan pada saat kami sampai di sana, masih ada pengerjaan perbaikan mandiri oleh warga setempat.
Di sekitar dermaga, ada kapal-kapal nelayan kecil, ada pula kapal kecil pengangkut (orang & barang). Kami akan menyebrang dengan kapal pengangkut itu, ukurannya nggak terlalu besar. Kegiatan di dermaga banyak saya dokumentasikan dengan kamera handphone saya, soalnya menarik.
Waktu tahu kapalnya kecil, sempat terbesit di benak, apa nggak usah ikut aja. Itu artinya saya harus menunggu di dermaga itu sendirian ^^. Meski ragu, tapi akhirnya ikut dong hahaha! Waktu kami nyebrang, ombak memang nggak tinggi, tapi anginnya mobat-mabit.
Awalnya saya di luar, akhirnya masuk ke dalam ruangan kecil yang ada di kapal itu. Karena waktu itu mulai hujan, daripada basah ya khaannn. Di dalam ruangan (di kapal), memang nggak kena basah. Cuman kondisinya nggak jauh beda, wqwqwq ^^
Waktu itu sebenarnya saya nggak mabuk laut. Lebih ke pusing banget! Pasalnya yang di dalem pada ngerokok, asep rokoknya mbulek di situ. Saya beneran teler… Mau negur tapi ini Madura. Mau keluar ntar malah basah. Yaudah saya tahan-tahanin aja, padahal sesek banget.
#5
Setelah 45 menit perjalanan laut, sampailah di Pulau Giligenting. Sudah menjelang maghrib saat itu. Pas turun dari kapal masih pusing, ditambah bete karena perkara asep itu. Tapi setidaknya saya bisa menghirup dalam-dalam udara bersih.
Di balik momen teler itu, saya merasa beruntung karena sempet dapet sunset yang cakep banget! Langsung jeprat-jepret walaupun masih sedikit oleng. Hahaha! Mood jadi cepet balik… Dan itulah akhir moment yang sempet saya abadikan.
Saya nggak bisa motret malam! Jadi ya udah, wassalamualaikum… Saya nggak motret-motret lagi. Usai matahari tenggelam, azan berkumandang. Langit juga sudah mulai gelap. Beres solat maghrib kami menuju kawasan Pantai Sembilan.
Selama di sana, kami menikmati malam, makan dan saling bicara. Saya jarang foto-foto, lagian apaan yang mau difoto, sudah gelap muka kucel pula. Beda cerita kalau kesini siang, pasti cakep banget, dan banyak spot foto.
#6
EPILOG
Kepulangan kami agak terhambat perkara angin mobat-mabit tadi. Iya, masih berlanjut hingga malam... Serius, awalnya nggak ada kapal yang mau ngangkut kami balik ke Pulau. Katanya nggak berani, terlalu berisiko… Ombaknya sih nggak pasang, tapi anginnya itu loh.
Saya dan teman-teman udah ikhlas kalaupun harus menginap di sana malam itu. Tapi Pak Tomo ngotot mau balik. Setelah lumayan lama tertahan, pas angin mulai tenang, ada juga kapal yang mau ngangkut kami. Tapi harganya juga fantastis! Itu sudah menjelang tengah malam…
Malam itu akhirnya kami kembali mengarungi samudra. Dan di moment itu lantunan istighfar terucap sepanjang menyebrang… Gimana enggak?! Anginnya subhanallah… Kapalnya sampai naik turun dan goyang-goyang, serem wesss! Waktu perjalanannya juga lebih lama.
Sepanjang perjalanan semua membisu, tegang. Sejujurnya saya deg-degan dan takut banget. Rasanya pengen nangis, tapi gengsi. Saya takut kalo misalnya enggak bisa pulang. Mana saya nggak bisa berenang, kalo’ kapalnya beneran tumpah gimana?!
Perjalanan malam itu begitu mencekam. Terapung di atas kapal kecil di tengah malam, suasana juga gelap. Hanya ada samudra dan angkasa yang hitam. Hati ini rasanya nggak tenang, berharap selamat dan bisa pulang dengan tenang.
Pas mau sampe di dermaga dan bersiap merapat, nggak disangka anginnya justru makin ganas. Kapal kesulitan merapat, oleng kanan kiri, naik turun. Literally oleng… Pada akhirnya dengan perjuangan seluruh kru, kapal bisa merapat.
Temen-temen juga pada sigap memabantu saya turun dari kapal. Pak Jamil bahkan nggak melepaskan tangan saya, sepertinya dia tau kalau saya takut… Pas kaki nginjak dermaga itu rasanya legaaa banget! Lututku sampek lemesss…
Setelah semua sudah di daratan, dan masing-masing sudah menenangkan diri, akhirnya kami bisa saling bercerita dan saling melepaskan tawa. Saya yakin pada masing-masing orang ada perasaan yang sama: Lega.
Akhirnya kami bertolak ke Surabaya. Alhamdulillah tiba dengan selamat… Saya acungkan dua jempol buat driver kami, Tino. Dia tetap nyetir (sambil nyanyi) di saat semua penumpang pada tidur. Daebak!
Saya tiba di rumah singgah sekitar jam 3. Pagi, bukan sore… Sempet kekunci di luar, untungnya Pak No, driver yang standby di rumah singgah, mengangkat telpon saya dan membukakan pintu.
Saya langsung bersih-bersih, nggak peduli cape… Kalo’ udah mandi kan enak tidurnya. Selamat tidur!
Madura, Circa 2021. Selesai.
-Rifia Nisya
0 comments